Selasa, 30 Desember 2014

RESIKO

A.PENGERTIAN RISIKO
a)  Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode waktu tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H)
b)   Risiko adalah ketidakpastian yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (A.Abas Salim)
c)   Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto)
d)   Risiko merupakan penyebaran/ penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan (Herman Darmawi)
e)   Risiko adalah probabilitas suatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman  Darmawi)

B.MENGHINDARI RESIKO
Menghindari risiko (risk avoidance)
Dapat dilaksanakan dengan cara mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul sebelum kita melakukan aktivitas-aktivitas. Setelah mengetahui risiko yang mungkin timbul kit bisa menetukan apakah aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau kita hentikan.

C.CARA MENGHINDARI RESIKO
• Menghindari risiko. Jangan melakukan kegiatan yang mungkin dapat terjadinya peluang merugi.
• Mengurangi risiko. Yaitu tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi resiko kerugian yang mungkin timbul.
• Menahan risiko. Berarti kita tidak melakukan apa-apa terhadap risiko tersebut dimana risiko itu tetap ada atau kita akan menahannya.
• Membagi risiko. Membagi risiko dengan pihak lain, potensi kerugian dapat dibagi dengan pihak yang bersangkutan.
• Mentransfer risiko. Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain dan biasanya kepada perusahaan asuransi yang bersedia serta mampu memikul beban tersebut

D.ANALISIS RESIKO
Analisis Risiko adalah suatu metode analisis yang meliputi faktor penilaian, karakterisasi, komunikasi, manajemen dan kebijakan yang berkaitan dengan risiko tersebut. Tahapan kegiatan analisis risiko antara lain meliputi: identifikasi hazard, proyeksi risiko, penilaian risiko, dan manajemen risiko. Penilaian risiko dapat dilakukan secara kuantitatif atau kualitatif.
1. Identifikasi Hazard
Dalam aktivitas identifikasi, maka informasi yang akan didapatkan adalah tipe hazard dan magnitude hazard.
2. Proyeksi Risiko
Proyeksi atau estimasi risiko dilakukan untuk me-rating risiko berdasarkan kecenderungan bahwa risiko tersebut akan menjadi kenyataan dan segala konsekuensi dari masalah yang berhubungan dengan risiko tersebut. Proyeksi risiko merupakan komponen utama dalam tahap penilaian risiko.
Tahap ini meliputi: penetapan skala yg merefleksikan persepsi kecenderungan suatu risiko (skala dapat bersifat kualitatif ataupun kuantitatif), menggambarkan konsekuensi dari risiko, menetapkan dampak dari risiko, dan ketepatan secara menyeluruh dari proyeksi risiko.
3. Penilaian Risiko
Risiko diberi bobot berdasarkan persepsi dampak dan prioritas. Dampak merupakan fungsi dari 3 faktor yaitu:
·         Kecenderungan akan terjadinya kejadian.
·         Lingkup risiko, merupakan kombinasi tingkat keparahan dan jangkauan distribusi risiko.
·         Waktu dan lamanya dampak dirasakan.
4. Teknik Penilaian Risiko
Teknik penilaian risiko dapat dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif.
Karakteristik penilaian kualitatif meliputi tipe efek kesehatan, estimasi frekuensi pemajanan (harian, mingguan, bulanan), lokasi hazard dalam hubungannya dengan tempat kerja. Sedangkan karakteristik penilaian kuantitatif meliputi data pengukuran pemajanan, konsentrasi zat, angka kesakitan/kematian, modeling analisis konsekuensi dari pemajanan terhadap hazard dan modeling frekuensi pemajanan.
4.1. Penilaian Kuantitatif Risiko
Kuantifikasi terhadap suatu risiko akan sangat tergantung pada kondisi nature hazard, kemudahan utk diukur (measurable) dan adanya suatu standar yg dipakai. Untuk mengkuantifikasi risiko, ketiga komponen risiko (frekuensi, probabilitas dan hasil jadi atau outcome) harus bisa diekspresikan secara matematika (modeling). Modeling merupakan teknik untuk melihat pola kejadian.
Frekuensi dapat diekspresikan dengan menggunakan data riwayat pemajanan atau incident record. Probabilitas dapat dibuat skala dengan rentang nilai ( 0 < P < 1 ). Hasil jadi (outcome) atau konsekuensi dari hasil pemajanan terhadap suatu hazard dapat diukur sebagai berikut: jumlah kasus kematian atau cedera, kasus sakit serius dan biaya kerusakan (lost cost). Kelemahan penilaian risiko kuantitatif, antara lain sifatnya sangat natur sehingga tidak memperhatikan persepsi dan perlakuan terhadap hazard.
Hal lain yang dapat dilakukan secara kuantifikasi, misalnya untuk modeling kebakaran (fire and explosion). Penilaian kuantitatif risiko ini pada umumnya sangat aplikatif untuk chemical atau process engineers. Contoh penilaian kuantitatif, misalnya penentuan LD50 dan LC50. Keduanya adalah modeling utk penilaian lethal dose dan lethal concentration dengan pengukuran durasi pemajanan, konsentrasi atau dosis hazard dan hasil jadi (kematian).
4.2. Penilaian Kualitatif Risiko
Metode penilaian risiko secara kualitatif terkesan subjektif dan memberi peluang multiinterpretasi dan debat. Persepsi risiko bisa bervariasi untuk setiap orang. Ada beberapa metode yang dapat diterapkan
4.2.1. Fine’s Risk Score
Fine’s risk score adalah model untuk melakukan penilaian risiko dengan formula sbb: Risiko adalah hasil pengalian faktor-faktor yang terdiri dari: konsekuensi x faktor exposure x faktor probabilitas (R = C x E x P).
Ketiga faktor tersebut diklasifikasikan dalam beberapa kelas dan diberi rating.  Hasil perhitungan risiko (risk score) dapat dipergunakan untuk memperkirakan kejadian, mengalokasikan resources dan mengontrol hazard. Maka apabila sudah dapat men-score risiko, dapat dilakukan kalkulasi biaya untuk intervensi.
Beberapa keterbatasan model ini antara lain:
·         Data bukan merupakan data konkret, tetapi berupa data estimasi,
·         Potensi personal bias dan pengalaman akan mempengaruhi hasil akhir, dan
·         Risk score hanya dipergunakan sbg baseline level dari risiko tidak didifinisikan sbg safe atau unsafe.
3.2.2. TTC Hazard Rating System
TTC hazard rating system mempergunakan huruf alfabet untuk me-ranking risiko.
Kriteria level: severity, probabilitas dan biaya untuk intervensi
Model ini berguna untuk komparasi penilaian risiko dari berbagai hazard dan bermanfaat utk membuat list prioritas untuk kebijakan pengendalian hazard.
3.2.3. FLAME Model
FLAME Model merupakan kelanjutan dari Fine’s risk score dan TTC Hazard Rating system.
FLAME menghitung nilai risiko dengan mengkombinasikan beberapa variabel: Frekuensi dari proses, kecenderungan timbulnya hazard, antisipasi kerugian, misi dampak, karyawan/sistem yang terpajan.
Model risiko : R = log x, dimana x = F x L x A x M x E
F = Frekuensi             score: 1 – 100
L = Kecenderungan    score: 1 – 100
A = Antisipasi kerugian score: 1 – 100
M = Misi dampak        score: 1 – 100
E = Karyawan yang terpajan
Very high risk  score: 8
High risk          score: 6 — 7,99
Substansial risk score: 4 —5,99
Possible risk    score: 2 — 3,99
Doubtful risk   score: < 2,00

E.CONTOH KASUS

Jakarta, 24 April 2014 – Pengelolaan risiko secara efektif dapat membangun ketangguhan dalam menghadapi peristiwa menyulitkan sekaligus memanfaatkan peluang pembangunan, dan dapat mengurangi kemiskinan, demikian dinyatakan laporan terbaru Bank Dunia.

Menurut World Development Report 2014, bertajuk ‘Risiko dan Peluang: Mengelola Risiko untuk Pembangunan’, guncangan dengan potensi dampak negatif – seperti guncangan kesehatan dan cuaca, serta krisis ekonomi – dapat menjerumuskan rumah tangga ke bawah garis kemiskinan tanpa mampu bangkit kembali. Pengelolaan risiko secara bertanggung jawab dan efektif dapat menyelamatkan nyawa, menghindari kemerosotan ekonomi, mencegah kemunduran pembangunan, dan mendorong pemanfaatan peluang.

Ketimbang menolak perubahan guna menghindari risiko, para individu dan lembaga perlu mempersiapkan diri menghadapi peluang serta risiko yang timbul seiring dengan perubahan, demikian disampaikan oleh laporan tersebut, dan upaya-upaya pengelolaan risiko secara proaktif, sistematis, dan terpadu kini lebih dibutuhkan.

“Kami mendorong adanya perubahan signifikan dalam pengelolaan risiko,” ujar Jim Yong Kim, President, World Bank Group. “Pendekatan baru ini menggugah para individu maupun lembaga untuk tidak lagi ‘berjuang mengatasi krisis’, tetapi menjadi pengelola risiko yang proaktif dan sistematis. Penerapan pendekatan ini akan mendukung pembentukan ketangguhan, melindungi hasil pembangunan dan mendekatkan kita ke tujuan World Bank Group untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim serta meningkatkan kesejahteraan bersama.”

Laporan ini menyatakan bahwa manfaat dari upaya persiapan menghadapi risiko dapat  melebihi biaya yang ditimbulkan. Sebagai contoh, suplemen mineral guna  mengurangi malnutrisi berpotensi menghasilkan manfaat 15 kali lebih tinggi ketimbang biayanya.

Laporan juga menyatakan bahwa upaya persiapan dapat mendorong para individu untuk semakin tidak gentar terhadap risiko. Misalnya, dengan memiliki asuransi curah hujan, petani dapat berinvestasi dalam pembelian pupuk, bibit, dan input lainnya, ketimbang menyimpan uang di bawah kasur guna berjaga-jaga apabila terjadi kekeringan.

Beberapa risiko telah berkurang dalam beberapa tahun belakangan. Misalnya, angka harapan hidup meningkat berkat imunisasi yang lebih merata, jaringan pengaman yang lebih baik, serta prakiraan badai, tsunami, dan gempa yang lebih andal. Selain itu, kebanyakan negara berkembang telah menerapkan reformasi selama dekade terakhir, yang membantu mereka memperkuat ketangguhan sehingga lebih dapat memanfaatkan aliran modal dunia. Ketangguhan yang lebih baik ini mendorong negara-negara tersebut untuk terus bertumbuh dan tetap berhasil menekan angka kemiskinan selama masa krisis keuangan baru-baru ini.

WDR 2014 menyatakan bahwa, karena kebanyakan penduduk sulit menghadapi guncangan, mereka harus bertumpu pada tindakan serta tanggung jawab bersama di berbagai lapisan masyarakat. Rumah tangga memberikan dukungan dan mengumpulkan sumberdaya, serta melindungi anggotanya dan berinvestasi demi masa depan anggota tersebut. Masyarakat membentuk jaringan penjaminan informal dan mengumpulkan sumberdaya untuk menghadapi risiko bersama. Perusahaan menyediakan peluang kerja dan pendapatan, serta menggiatkan inovasi dan produktivitas. Sistem finansial menawarkan perangkat pengelolaan risiko seperti tabungan, asuransi, dan kredit. Negara mengelola risiko sistemik, menyediakan lingkungan yang kondusif dan memberikan bantuan bagi  masyarakat rentan. Sementara masyarakat internasional membagi keahlian, memfasilitasi koordinasi kebijakan, dan mengumpulkan sumberdaya lintas-negara.

Seperti yang ditegaskan oleh Norman Loayza, Director dari WDR, “Meskipun upaya, inisiatif, dan tanggung jawab masing-masing individu merupakan hal penting dalam pengelolaan risiko, keberhasilan mereka—terkait ketangguhan dan kesejahteraan—akan terbatas bila tanpa adanya lingkungan yang mendukung.”

Menurut WDR 2014, pengelolaan risiko secara efektif merupakan kombinasi dari kapasitas untuk mempersiapkan diri terhadap risiko dengan kemampuan untuk mengatasi risiko tersebut setelahnya. Strategi pengelolaan risiko yang kokoh terdiri dari empat komponen: pengetahuan, perlindungan, jaminan, dan kapasitas tanggap. Pengetahuan mencakup pemanfaatan informasi untuk menilai tingkat paparan suatu kejadian dan dampak yang mungkin ditimbulkannya, dan kemudian memutuskan tindakan yang tepat. Perlindungan terdiri dari berbagai tindakan untuk mengurangi risiko serta dampak negatif yang ditimbulkan. Karena perlindungan tidak akan mampu untuk menghilangkan risiko dampak negatif secara keseluruhan, maka jaminan, baik formal maupun informal, berfungsi sebagai bantalan terhadap guncangan merugikan.

Para individu maupun masyarakat gagal mengatasi risiko secara proaktif karena beberapa sebab, termasuk kurangnya sumberdaya dan informasi, tidak adanya pasar dan barang publik, dan bahkan keterpencilan sosial.

WDR tahun ini mengusulkan kebijakan-kebijakan untuk tataran rumah tangga sekaligus pada tingkat lokal, nasional, maupun global. Namun, secara garis besar, saran yang disampaikan berpusar pada kebutuhan untuk mengelola risiko secara proaktif di setiap tingkat, dan dengan cara yang selaras dengan atau mendukung tujuan yang lebih luas, seperti rencana pembangunan nasional, program investasi infrastruktur kotamadya, atau bahkan tujuan simpanan rumah tangga.

Di tingkat negara, WDR merekomendasikan pendirian badan risiko nasional. Suatu reformasi kelembagaan telah berlangsung di Singapura dan sedang dipertimbangkan di Moroko, Jamaika, dan Rwanda.

Refrensi :
Tjandra Yoga Aditama & Tri Hastuti (Ed.).  2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia