RAJA AMPAT
Kabupaten ini memiliki 610 pulau. Empat di antaranya,
yakni Pulau Misool, Salawati, Batanta dan Waigeo, merupakan pulau-pulau besar. Dari
seluruh pulau hanya 35 pulau yang berpenghuni sedangkan pulau lainnya tidak
berpenghuni dan sebagian besar belum memiliki nama.
Sebagai daerah kepulauan, satu-satunya transportasi
antar pulau dan penunjang kegiatan masyarakat Raja Ampat adalah angkutan laut.
Demikian juga untuk menjangkau Waisai, ibu kota kabupaten. Bila menggunakan pesawat udara,
lebih dulu menuju Kota Sorong. Setelah
itu, dari Sorong perjalanan ke Waisai dilanjutkan dengan transportasi laut.
Sarana yang tersedia adalah kapal cepat berkapasitas 10, 15 atau 30 orang.
Dengan biaya sekitar Rp. 2 juta, Waisai dapat dijangkau dalam waktu 1,5 hingga
2 jam.
Berdasarkan sejarah, di Kepulauan Raja Ampat terdapat
empat kerajaan tradisional, masing-masing adalah kerajaan Waigeo, dengan pusat
kekuasaannya di Wewayai, pulau Waigeo; kerajaan Salawati, dengan pusat
kekuasaan di Samate,
pulau Salawati Utara; kerajaan Sailolof dengan pusat kekuasaan di Sailolof,
pulau Salawati Selatan, dan kerajaan Misol, dengan pusat kekuasaan di Lilinta,
pulau Misol.
Penguasa Kerajaan Lilinta/Misol (sejak abad ke-16
bawahan kerajaan Bacan):
·
Abd al-Majid {1872-1904)
·
Jamal ad-Din (1904-1945)
·
Bahar ad-Din Dekamboe (1945 - )
Penguasa Kerajaan Waigama (sejak abad ke-16 bawahan
kerajaan Bacan):
·
Abd ar-Rahman (1872-1891)
·
Hasan (1891/1900-1916)
·
Syams ad-Din Tafalas (1916-1953)
·
Abd al-Kasim (1873-1890)
·
Muhammad Amin (1900-1918)
·
Bahar ad-Din Arfan (1918-1935)
·
Abu’l-Kasim Arfan (1935-?)
·
Gandżun (1900-1918)
Raja Ampat yang Mempesona
Rating: 91 out
of 100, by 91 users
Sejumlah turis tampak asyik
bersantap dan mengobrol santai sambil memandang lepas ke arah laut yang
didominasi warna biru, hijau, dan putih. Warna-warna itu muncul karena pengaruh
dari hamparan terumbu karang di dasar laut yang dangkal maupun dalam. Mereka
sedang menikmati makan siang di Papua Diving Resort, perairan f Irian Jaya
Barat.
Teriknya matahari dan cerahnya udara
justru membuat gemas para tamu untuk kembali menyelam dan menyelam. Cahaya
matahari kerap menembus celah-celah gelombang laut sampai ke karang. Keelokan
pemandangan dan biota lautnya memang membuat kesan mendalam bagi para
wisatawan. Bagi pencinta wisata pesisir dan bawah air yang fanatik, Raja Ampat
sangat dikenal bahkan dinilai terbaik di dunia untuk kualitas terumbu
karangnya.
Banyak fotografer bawah laut
internasional mengabadikan pesona laut Raja Ampat. Bahkan ada yang datang
berulang kali dan membuat buku khusus tentang keindahan terumbu karang dan
biota laut kawasan ini. Pertengahan 2006 lalu, tim khusus dari majalah
petualangan ilmiah terkemuka dunia, National Geographic, membuat liputan di
Raja Ampat yang akan menjadi laporan utama pada 2007.
Sebanyak 610 Pulau di Raja Ampat
Raja Ampat adalah pecahan Kabupaten
Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau
(hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, namun
hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi lautan. Pulau-pulau yang belum
terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat.
Mereka seakan ingin menjelajahi seluruh perairan di “Kepala Burung” Pulau
Papua.
Wilayah ini sempat menjadi incaran
para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan menebar racun sianida. Namun,
masih banyak penduduk yang berupaya melindungi kawasan itu sehingga kekayaan
lautnya bisa diselamatkan. Terumbu karang di laut Raja Ampat dinilai terlengkap
di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada di perairan ini.
Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis
hewan karang. Luar biasa.
Bank Dunia bekerja sama dengan
lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat sebagai salah satu wilayah di
Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef Rehabilitation and Management
Program (Coremap) II, sejak 2005. Di Raja Ampat, program ini mencakup 17
kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga dilatih membudidayakan ikan
kerapu dan rumput laut.
Eksotisme Raja Ampat
Papua Diving, satu-satunya resor
eksotis yang menawarkan wisata bawah laut di kawasan itu, didatangi turis-turis
penggemar selam yang betah selama berhari-hari bahkan hingga sebulan penuh
mengarungi lekuk-lekuk dasar laut. Mereka seakan tak ingin kembali ke negeri
masing-masing karena sudah mendapatkan “pulau surga yang tak ada duanya di bumi
ini”.
Pengelolanya tak gampang mempersiapkan
tempat bagi wisatawan. Maximillian J Ammer, warga negara Belanda pemilik Papua
Diving Resort yang juga pionir penggerak wisata laut kawasan ini, harus
mati-matian menyiapkan berbagai fasilitas untuk menarik turis dari mancanegara.
Sejak memulai usahanya delapan tahun lalu, banyak dana harus dikeluarkan.
Namun, hasilnya juga memuaskan. Setiap tahun resor ini dikunjungi minimal 600
turis spesial yang menghabiskan waktu rata-rata dua pekan.
Penginapan sangat sederhana yang
hanya berdinding serta beratap anyaman daun kelapa itu bertarif minimal 75 euro
atau Rp 900.000 semalam. Jika ingin menyelam harus membayar 30 euro atau
sekitar Rp 360.000 sekali menyelam pada satu lokasi tertentu. Kebanyakan
wisatawan datang dari Eropa. Hanya beberapa wisatawan asal Indonesia yang
menginap dan menyelam di sana.