Komunikasi Dalam Negosiasi Bisnis
Dalam lingkup dunia bisnis yang semakin mendunia
tuntutan untuk sukses semakin konpleks dengan adanya bermacam-macam kultur yang
harus bekerjasama. Beda kebiasaan saja sudah menjadi perten-tangan, misalnya
budaya barat berbi-cara sambil kakinya diletakkan diatas meja sudah biasa, di
Indonesia hal ini sangat tabu dan tidak sopan. Orang India bila mengatakan
tidak mengang-guk dan menggelengkan bila ya. Untuk itu peranan komunikasi dalam
meme-nangkan peperangan terlihat sangat penting. Hal yang sama berlaku dalam
dunia bisnis, kesalahan dalam mela-kukan negosiasi sering membawa akibat fatal.
Masa depan perusahaan, yang sudah dibangun
bertahun-tahun bisa hancur dan beratakan, hanya gagal dalam melakukan negosiasi
dengan pihak lain.Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
kualitatif dengan analisa dokumen dan wawancara.
Metode kualitatif ini digunakan kerana beberapa
pertimbangan. Per-tama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, meto-de ini menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara pengkaji dan responden; ketiga, metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman penga-ruh
bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Mengikuti Neuman, penyeli-dikan kualitatif melibatkan
pendoku-mentasian peristiswa yang sesung-guhnya, merekam apa yang dinyatakan
oleh responden dengan kata-kata, nada suara maupun isyarat, mengamati perilaku
yang spesifik, mempelajari dokumen-dokumen tertulis atau mengamati visual
images. Sebagai con-toh para pengkaji kualitatif mengambil secara
cermat foto-foto atau video tape dari orang-orang atau peristiwa-peristiwa.
(Ball and Smith, 1992; Harper, 1994).
Bogdan dan Taylor (1975), mendefinisikan metodologi kualitatif
sebagai prosudure penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Lebih
lanjut dia katakan, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut
secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengi-solasikan
individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Kirk dan Miler (1986) bahwa penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergan-tung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhu-bungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya.
Komunikasi Bahasa Simbol, Lambang-Lambang, Fakta dan
Opini
Komunikasi diartikan sebagai kegiatan penyampaiaan
pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan tertentu. Pesan dapat
disampaikan dalam bentuk: Lisan, tulisan, audio visual, ataupun gabu-ngan
ketiga-tiganya.
Dalam kegiatan komunikasi yang sangat perlu
diperhatikan pola komunikasi sangat menentukan pili-han kata yang dipergunakan.
Bagi organisasi/lembaga DPR yang hubu-ngan cukup formal, maka bahasa yang
dipilih lugas dan eksplisit.
Komunikasi lain adalah komu-nikasi yang berlangsung
dalam bahasa simbol dan kata-katanya memiliki makna ganda. Di situ hanya
orang-orang tertentu saja bisa mengerti atas pilihan kata-kata atau idiom yang
digu-nakan.
Dalam berkomunikasi sering terganggu oleh
percampuradukan antara fakta dan opini. Opini adalah hasil pengintergrasian
pendapat berdsarkan diskusi yang dilakukan di dalam masyarakat demokratis
(Emory Bogardus).
Seseorang mengatakan Ibu Kota Negara R.I adalah
Banten, ini bukan opini, tetapi jelas jawaban yang salah dan ini adalah fakta.
Komunikasi Teknik Negosiasi
Sebagai mana kita sering mendengar negosiasi diartikan
sebagai proses yang melibatkan upaya sese-orang untuk merubah atau tidak
merubah sikap dan perilaku orang lain. Sedangkan pengertian yang lebih terinci
menunjukkan bahwa negosiasi merupakan proses untuk mencapai kesepakatan yang
menyangkut kepen-tingan timabal balik dari pihak-pihak dengan sikap, sudut
pandang, dan kepentingan-kepentingan yang ber-beda satu sama lain. Negosiasi,
baik yang dilakukan oleh seorang pribadi dengan pribadi lainnya, maupun negosiasi
antara kelompok dengan kelompok (atau antar pemerintah), senantiasa melibatkan
pihak-pihak yang memiliki latar belakang berbeda dalam hal wawasan, cara
berpikir, corak perasaan, sikap dan pola perilaku, serta kepentingan dan
nilai-nilai yang dianut. Pada hakikatnya negosiasi perlu dilihat dari konteks
antar budaya dari pihak yang mela-kukan negosiasi, dalam artian perlu
komunikasi lisan, kesedian untuk memahami latar belakng, pola pemi-kiran, dan
karakteristik masing-masing, serta kemudian berusaha untuk saling menyesuaikan
diri.
Agar dalam berkomunikasi lebih efektif dan mengena
sasaran dalam negosiasi bisnis harus dilak-sanakan dengan melalui beberapa
tahap yakni:
1. Fact-finding, mencari/mengumpulkan
fakta-fakta.data yang berhubungan dengan kegiatan bisnis lawan sebe-lum
melakukan negosiasi.
2. Planning / rencana,
sebelum berne-gosiasi/berbicara susunlah dalam garis besar pesan yang hendak
disampaikan. Berdasarkan kerangka topik yang hendak dibicarakan rincilah hasil
yang diharapkan akan teraih. Berdasarkan pengenalan anda terhadap lawan
tersebut, per-kirakan/bayangkan kemung-kinan reaksi penerima pesan/lawan
berbicara terhadap apa yang anda katakan.
3. Penyampaian, lakukan
negosiasi/ sampaikan pesan dalam bahasa lawan/sipenerima. Usahakan gunakan
istilah khas yang bisa dipakai oleh lawan negosiasi kita. Pilihlah kata-kata
yang mencer-minkan citra yang spesifik dan nyata. Hindari timbulnya makna ganda
terhadap kata yang disam-paikan.
4. Umpan balik,
negosiator harus menguasai bahasa tubuh pihak lawan. Dengarkan baik-baik reaksi
lawan bicara. Amati isyarat prilaku mereka seperti: angkat bahu, geleng–geleng
kepala, mencibir, mengaggguk setuju. Umpan balik dapat untuk mengetahui samakah
makna yang disampaikan dengan yang ditangkap lawan negosiasi bisnis kita.
5. Evaluasi, perlu untuk
menilai apakah tujuan berkomunikasi/ negosiasi sudah tercapai, apakah perlu
diadakan lagi, atau perlu menggunakan cara-cara untuk mencapai hasil yang lebih
baik.
Meskipun pesan yang disam-paikan dapat diterima dengan
baik, bukan berarti hasil yang diharapkan akan diperoleh sesuai dengan yang
direncanakan semula. Yang sering terjadi justeru perbedaan pandangan terhadap
cara penyelesaian masalah antara pemberi dan penerima pesan. Sehingga
diperlukan pembicaraan lebih lanjut, yang memerlukan perjua-ngan tersendiri
bagi pengirim pesan dalam menyampaikan dan memenang-kan pendapatnya.
Kalau terjadi adu pendapat antara negosiator dengan
pihak lawan maka timbul dorongan untuk menang. Keinginan untuk menang disatu
sisi dengan mengabaikan kekalahan dipi-hak lainnya, biasanya sulit tercapai.
Untuk itu digunakan strategi menang-menang. Artinya ada sebagian keinginan kita
yang dikorbankan dengan mengharapkan pihak lawan juga akan mengorbankan hal
yang sama, sehing-ga kesepakatan diantara kedua belah pihak dapat tercapai.
Disini penulis memberi ilustrasi komunikasi dalam
bisnis dengan mengambil kasus negosiasi dengan orang Jepang. Kontak permulaan
merupakan fase yang sangat penting guna membangun hubungan personal yang berkelanjutan.
Kontak permulaan lewat korespodensi, faksimile atau telepon dianggap sebagai
cara yang kurang efektif atau tepat. Kebanyakan perusahaan Jepang menanggapi
dengan lamban, bahkan seringkali tanpa respon. Hal ini terjadai pertama kerana
hambatan bahasa dan komu-nikasi terutama untuk perusahaan-perusahaan kecil dan
menengah yang tidak terbiasa membuat kontak lang-sung dengan perusahaan asing.
Kedua, surat menyurat tidak memberi infor-masi yang cukup.
Tanpa informasi yang cukup, kontak dagang sulit dilakukan
dan negosiasi mengalami kegagalan. Hal kecil yang tidak bisa disepelekan dalam
kontak permulaan adalah kebiasaan menukar kartu nama. Orang Jepang sangat sulit
menghapal ejaan asing, kerana itu kartu nama merupakan arsip penting yang
selalu disimpan dengan cermat. Tanpa kartu nama orang Jepang akan sulit
meng-hubungi calon rekannya. Orang Jepang dalam negosiasi tidak langsung pada
persoalan. Selalu diawali dengan soal-soal yang tidak relevansinya dengan
bisnis. Misalnya, membica-rakan lukisan yang tergantung di tembok, atau
berbasa-basi tentang urusan keluarga. Orang Jepang selalu mengatakan ya segala
hal yang dikemukakan lawan bicaranya. Tetapi jangan salah mengerti, ya bukan
berarti iya saya setuju untuk transaksi, melainkan ya saya faham apa yang anda
sampaikan.
Apa yang dilukiskan di atas dengan contoh kasus pada
masyarakat Jepang bukan hanya termasuk bagian komunikasi lisan, tetapi sudah
meru-pakan bagian utama dari teknik nego-siasi bisnis.
Kesimpulan
Negosiasi terjadi apabila dian-tara pihak-pihak yang
secara terbuka bersedia mengemukakan gagasan-gagasannya. Tidak tertutup
kemung-kinan bahwa masing-masing pihak yang melakukan negosiasi memiliki Hidden
Agenda. Yang dimaksud dengan Hidden Agenda adalah
gagasan tersembunyi atau niat terselubung yang diungkapkan secara
eksplisit dalam negosiasi akan tetapi meru-pakan hal yang sesungguhnya ingin
dicapai oleh pihak yang bersangkutan. Adanya hidden agenda pada
umumnya dapat dikenali kerana sifatnya yang menghambat proses negosiasi,
sehingga proses kearah kesepakatan sangat sulit atau bahkan hampir tidak pernah
tercapai.
Bila diduga bahwa proses negosiasi terhambat kerana
adanya hiden agenda dari salah satu maupun kedua belah pihak, lobying dapat
dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga proses negosiasi dapat
dimulai kembali dari gagasan-gagasan yang lebih terbuka.
Daftar Pustaka
Oemi Abd Rachman,”Dasar-dasar Public Relations”,
Alumni, Bandung, 1986.
Bernays, Edward L, “Public Relations”, University
of Oklahoma Press, Norman, 1982.
Burhan Bugin, ”Metodologi Penelitian Kualitatif”, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Bastaman, ”Makalah Untuk Kursus Pendidikan Diplomat”,
Deplu R.I, Jakarta, 1987.
Lexy J. Moleong,”Metodologi Penelitian Kualitatif”,
Remaja RosdaKarya, Bandung, 2001.
0 komentar:
Posting Komentar